bismillah
Masih segar dalam ingatanku.
Episode kehidupan bersama Ummi dan Abi selepas lulus pesantren. Malam itu, Abi
yang mengatakannya secara langsung padaku.
“Nun, kamu tahu, teman-teman Abi,
mereka berinvestasi banyak untuk anak-anaknya. Ada yang berupa tanah, rumah,
macam-macam. Tapi Abi dan Ummi, tidak bisa seperti mereka. Namun kami tetap
berinvestasi. Dan investasi kami adalah kalian, anak-anakku...”
“Abi tidak memberi harta yang
bermacam-macam, karena investasi kami adalah kalian. Bukan barang.”
Dialog satu arah itu membuatku
tercekat. Aku tidak bisa bermain-main. Namun setelah mengevaluasi perjalanan
hidup ini, terutama satu tahun di bumi Kinanah ini. Entah, sangat malu rasanya.
Semangat juang ketika pertama kali datang bak memudar satu persatu. Mungkin banyak
juga yang merasakan hal serupa. Ujung-ujungnya, Disorientasi.
Meski demikian aku tidak akan lagi
mengeluh. Ku kira selama ini sudah cukup banyak aku mengeluh dan meratapi diri.
Tapi toh itu tidak menghasilkan perubahan yang ‘wah’. Jadi seharusnya memang
move on. Tidak lagi memandang ke belakang dengan putus asa.
Terlebih di usia 21 ini. –wew,
cepat sekali rasanya- Ummi, Abi... anak-anakmu sudah besar. Eyang... Alloh
menjawab pertanyaan Eyang saat aku masih di pesantren dulu, “Nun, Eyang masih
bisa melihat cucu-cucu sampai pada kuliah gak ya?”
Terima kasih Alloh... kau
limpahkan karuniaMu padaku. Banyak. Tak terhitung. Meski sering aku
melalaikannya. Ampuni hamba ya Rabb...
Sudah waktunya serius. Tidak lagi
menjalani hidup dengan ‘main-main’. Mulai sekarang –lebih baik telat daripada
telat banget ^_^- aku harus fokus terhadap visi hidup yang sudah terplaning.
Tak akan gentar tak akan ragu dan tak akan lagi bermain. Harus percaya diri!
Kudu bisa!
Selama ini aku benar-benar seperti
anak kecil yang merasa patut untuk manja. Ini dibantu, itu dibantu. Merengek
sana merengek sini. Apa karena takut untuk menjalani dengan mandiri? Entah.
Meski perubahan itu tidak akan langsung drastis, bagaimana bisa berubah jika
tidak di awali dengan langkah pertama?
Mungkin nantinya akan ada kawan
yang merasa ‘woi, Ainun kembali ekstrim!’. Hm, setidaknya aku harus bersiap
untuk itu. Karena buatku, fanatik dan kolot itu perlu terutama saat tahu bahwa
itu hal yang diperlukan dan dibenarkan.
Selama setahun ini, sebagaimana
lazimnya kehidupan, ada suka, duka, lara, gembira, kecewa, macam-macam lah. Ada
kesalahan dan kebenaran. Ada yang harus dipertahankan, juga ada yang harus
dikoreksi. Setidaknya beberapa pekan ini ada beberapa hikmah yang bisa ku
dapatkan. Misalnya tentang bagaimana mengakui sebuah kesalahan.
Ternyata mengakui kesalahan itu
tidak cukup dilakukan ketika ‘kita merasa bahwa kita bersalah’ karena yang
lebih berat adalah mengakui kesalahan ‘yang ditunjuk orang lain atas kita,
padahal sama sekali kita tidak merasa salah’.
Yah, tidak ada yang spesial di
hari ini kecuali usia yang semakin mendekati ajal. –makanya kudu selesaikan
tugas sebelumajaldatang, hehe-. Hari ini sama seperti hari-hari biasanya. Aku
masih menganggap bahwa perayaan itu tidaklah diperlukan, satu-satunya yang
paling tepat hayalah momen untuk muhasabah diri.
Tidak perlu kecewa tiada seorang
yang mengetahui tanggal lahirmu lalu mengucap “HBD yah...” Karena toh tidak
semua melakukan hal itu karena murni perhatian dengan tanggal lahir kita. Cukup
pantengin aja layar facebook setiap hari, dan siapapun bisa mengucap selamat
ulang tahun pada kawannya. Entah itu benar atau salah. (based on real
experience).
Maturnuwun.
Memasuki
Summer, Cairo, Buuts,
26
juni 2013