Thursday 31 July 2014

Anak-anak adalah Anugrah

bismillah
Hai anak-anak,
Terima kasih telah tumbuh dengan baik. Lihat betapa Allah Maha Penyayang. Kalian tidak semalang kakak-kakak kalian. Mereka lahir dari seorang ibu yang baik, lembut, sopan dan tentu berbeda dari ibu-ibu lain. Ketika lewat beberapa pekan dari kelahiran kakak-kakak kalian, bahkan mata kecil mereka pun belum sempat melihat kerasnya dunia. Mereka harus terpisah dari sang ibu. Terbuang di tepi jalan oleh orang yang hatinya telah membeku. Hanya tersisa satu yang mampu kami selamatkan. Maka ia bernama Ichi.
Ibu anak2 n Ichi, yg diracun ablah T_T

ibu anak2

ichi


Kami tak pernah berharap akan hadirnya kalian, anak-anak. Namun hadirnya kalian adalah suatu anugrah yang tak pernah kami bayangkan. Mungkin kakak semata wayang kalian, Ichi, lebih beruntung. Selama beberapa bulan ia bisa bergeliat dan bermanja sepuas hati bersama ibu, meski kamipun masih tak terlalu tahu siapa ayahnya.
Namun tidak bagi kalian, ya, kalian berenam yang kini tersisa lima. Kami tak tahu, tak mau tahu dan tidak berharap tahu siapa ayah kalian. Ketahuilah bahwa ibu kalian bergitu cantik. Begitu anggun. Begitu sopan. Hingga kami tak tega kalian terpisah darinya. Tak terlalu banyak yang bisa kami bantu dalam persalinan kalian di hangatnya summer ini. tapi tahukah kalian, dari beberapa kali bahaya dari orang-orang yang telah hilang rasa kasih sayangnya itu, kalian adalah yang beruntung. Yang dijaga olehNya. Bersyukurlah wahai anak-anak!
Maafkan kami, anak-anak. Ketika ibu kalian sadar akan panggilanNya, ia menjauh dari kalian yang bahkan belum dapat membuka mata. takdir dan kebusukan hati manusia yang membawa ibu kalian pergi. Maaf kami tak bisa membawanya kembali untuk merawat kalian.
Tahukah betapa bingungnya kami, setiap kali mendengar tangis kalian yang merengek minta susu? Sungguh begitu pilu. Bagaimana bisa kami makan dengan tenang sementara ratapan tangis kalian begitu menusuk relung hati kami. Maaf kami tak bisa mengerti bahasa tangis kalian. Jeritan kepedihan anak-anak yang ditinggal pergi ibunya dalam usia yang sangat dini. Apa yang bisa kami perbuat, anak-anak?!
Hari pertama, kami coba berikan susu asrama yang juga minuman keseharian kami. Kalian mencicipnya sedikit melalui sedotan yang ujungnya tajam, lalu menolak. Tahukah,, hati kami tersayat melihat kalian kelaparan menjilat tangan kami yang basah dengan sisa air susu sapi. Berikutnya kami belikan kalian dot susu. Syukurlah! Kalian mulai dapat beradaptasi.
Kami sangat bahagia, anak-anak. Meski masih tersebit tanya, sampai kapan kalian bisa bertahan?
Setiap terdengar tangis kalian, kami berikan dot susu. Bergilir. Bergantian, sembari sahur atau di siang dan malam hari. Kawan-kawan Thailand juga membantu. Bersyukurlah. Setelah kalian puas minum lalu tertidur, barulah kami dapat makan dengan tenang. dan setiap subuh mulai lewat, kami sembunyikan kalian dengan berjingkat agar tak ada petugas asrama yang membuang kalian. Menjelang agak siang, kalian terbangun, dan kami harus bergantian memberi 5 lidah yang kehausan. Setelah itu, beberapa kami harus mengelap pantat kalian dengan tisu agar kalian dapat buang air kecil atau besar.
Hingga makin hari kami menyadari, kalian tumbuh, membuka mata, berjalan dan bermain dengan kami! Terima kasih, anak-anak, kami sadar, merawat kalian dengan kesabaran adalah anugrah yang melahirkan senyuman tatkala kami penat dengan ricuhnya dunia. Terima kasih kalian tumbuh dengan kaki-kaki yang semakin hari semakin kuat menopang perut buncit kalian yang menggemaskan. Terima kasih telah mampu berlari dan bekejaran di lorong asrama kami. Meski kami harus rela mematikan lampu lorong tatkala kalian tertidur lelap, dan menutup pintu agar kalian tak terjatuh di anak-anak tangga asrama.

wajah2 kelaparan
Dae Gu, Gembrot, Snow White, Ji Gook dan Goro. Kini kalian mulai tumbuh dan menggemaskan. Hingga tak jarang kami, tanpa sadar berbicara dan cerewet seperti ibu pada anaknya,”jangan lari-lari anak2!”, “ayo tidur, waktunya istirahat, Goro!”,”Dae Gu nggak boleh lari-lari terus!”

mungkin kalian lupa nantinya, betapa kalian senang membuat kami kalang kabut. Kalian mengejar-ngejar kami yang sedang tak ingin diajak bermain. Bahkan akhirnya kami terpingkal-pingkal mengetahui betapa pintarnya kalian. Bergabung bersama mendorong botol yang kami gunakan sebagai penghalang pintu.
Anak-anak, saat ini kami ikut berduka akan Dae Gu. Dae Gu yang semangat dan hiperaktif kini berbaring dan jarang minum susu. Dua kaki belakangnya tanpa sengaja terjepit pintu. Dae Gu, semoga engkau cepat sembuh. Kami tak tega melihat tubuhmu semakin kurus. Segeralah sembuh dan bermain-main dengan Snow white, Goro, Gembrot dan Ji gook. Terima kasih juga, Ichi, kau mau menerima dan bermain dengan adik-adik tirimu, menggantikan ibu yang sudah tiada.
Cepat sembuh ya Dae Gu.
Anak-anak yang menggemaskan, tumbuh dan bermainlah. Kalian adalah anugrah! Terima kasih telah memberi kami senyuman, dalam dunia kami yang penuh kericuhan.
*pada akhirnya Dae Gu meninggal pada malam 28 Ramadhan 1435 H, semoga ia lebih tenang, dan yg ditinggalkan menggenggam ketabahan.

  



anak2 mainan ma kk tirinya, Ichi




















Friday 18 July 2014

Seorang Kakak yang Meninggal Tadi Malam

bismillah
Kakak (almarhumah) Gusti Rahma Yeni.
Terakhir aku berbincang ringan dengannya, saat main ke kamar seorang kawan asal Minang. Sejauh yang ku kenal, Kak Gusti adalah sosok yang sopan. Lembut tuturnya. Ini bisa kau dapati sejak pertama kau mengenalnya. Namun aku juga bisa membaca keteguhan hati yang kuatnya melebihi kelembutan tuturnya.
Komunikasi terakhir kami ketika Kak Gusti meminta dimasukkan grup Whatsapp asrama Buuts putri. Dan sahur tadi, perutku rasanya tak karuan mendengar berita kematiannya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ini sahur terpahit yang sangat kupaksa di bulan Ramadhan.
Aku teringat pada suatu hal yang selalu ku ingat namun tak selalu dapat kucerna tanpa ada fakta yang menggiring. Ajal. Mati.
Ah, jujur saja.
Setelah ini semoga ada yang selalu terngiang di benakku, benak kita.

“Sungguh apa yang telah kau siapkan untuk menghadapNya?”

                                                                         Cairo, Madinah al Buuts al Islamiyah
                                                                         11:06 CLT

Friday 11 July 2014

Tragedi Gaza dan Kepedulian Kita

bismillah


Sejujurnya, ada beberapa keresahan yang beberapa waktu ini menghantui pikiran saya. Langsung saja. Ini soal “kepedulian” yang rasa-rasanya luntur dari lingkungan sekitar saya. Sebagai bagian dari Masisir, saya merasa ada yang janggal setiap kali terjadi peristiwa atau isu yang memanas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ya, saya melihat lambannya respon yang dilakukan oleh Masisir.
Untuk peristiwa berskala nasional misalnya, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Miss World, kita (terutama masisirwati) diam saja. Meskipun pada akhirnya-kalau tak mau disebut terlambat- Wihdah bekerjasama dengan beberapa organisasi keputrian mendeklarasikan penyataan sikap yang menolak diadakannya kontes kecantikan tersebut. Berikutnya, ketika berhembus isu pelarangan jilbab untuk siswi muslimah di Bali pada awal tahun 2014. Beberapa bulan berikutnya, barulah seorang anggota Wihdah menyebar selebaran dari PPMI, berisi petisi yang menolak larangan jilbab. Celakanya ada beberapa kawan yang bertanya,”Petisi itu apa?”
Hm, saya sendiri bertanya-tanya,”Kenapa baru sekarang? Isunya sudah hampir tiga bulan berlangsung”. Tapi ya, lebih baik telat daripada telat bangeet.
Dan sekarang agresi Israel ke Gaza. Empat hari sudah lewat. Kita mungkin telah merespon dengan memasukkan peristiwa ini dalam obrolan buka puasa, status facebook dan twitter atau men-share segala bentuk kabar terkait Gaza dan Palestina melalui grup-grup whatsapp atau yang sejenisnya. Tapi belum ada tindakan nyata yang mempresentasikan respon Masisir terkait peristiwa ini.
Dua hari yang lalu saya tanyakan pada seorang pegiat organisasi Masisir,”Gaza diserang, mau adakan penggalangan dana/pernyataan sikap tidak?” Syukurnya, beberapa saat lalu saya lihat pamflet aksi solidaritas kemanusiaan diposting di grup facebook PPMI Mesir. Aksi tersebut direncanakan pada hari Ahad, dua hari lagi. Berarti 5 hari pasca agresi Israel ke Gaza. Padahal di tanah air, aksi semacam ini sudah lebih dahulu digelar oleh ormas-ormas, organisasi dan berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah, begitu pula dengan penggalangan dana untuk rakyat Palestina. Bolehlah organisasi induk kita diapresiasi. Masih belum terlalu terlambat.
pic: dailymail.co.uk
Hanya saja, rasanya agak malu. Kita yang secara geografis lebih dekat dengan Palestina, ternyata kalah cepat dalam merespon tragedi kemanusiaan ini dibanding masyarakat Indonesia.
Ya, kita tahu Israel bukan hanya sekali ini “kalap”. Tahun 2008-2009, November 2012, lalu serangan terhadap Mavy Marmara dan masih banyak rentetan kezaliman dalam kurun waktu puluhan tahun yang dilakukan Israel terkait Palestina. Agresi militer yang lebih pantas disebut genosida yang terjadi saat ini mungkin akan berhenti sementara waktu. Tapi kita saksikan hal semacam ini terus berulang, perjanjian-perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan yang digelar terus dilanggar, sementara tekanan masyarakat internasional kepada Israel seperti butiran debu yang menantang angin.
Sudah wajar kita mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina terhadap kependudukan (baca: penjajahan) Israel di tanah mereka. Hal ini jelas bertentangan dengan bunyi Pembukaan UUD 1945. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Meskipun lewat sejarah kita tahu bahwa PBB mandul, jalur diplomasi pun tak memberi harapan yang pasti. Namun sepertinya ada jalur perjuangan untuk membantu saudara di Palestina yang selama ini kita sepelekan.
Boikot.
Seruan boikot yang juga pernah dikampanyekan DR. Yusuf Qardhawi ini, kurang berjalan dengan sistematis dan kontinyu. Buktinya, kampanye boikot terhadap produk-produk Israel dan pendukungnya ini hanya santer saat berita penyerangan Israel ke Palestina memanas. Selepas itu meredup lalu hilang, dan baru akan muncul setelah isu pembantaian terhadap rakyat Palestina mencuat lagi.
Kampanye boikot ini adalah salah satu usaha yang paling memungkinkan untuk kita lakukan. Ya, kita setiap individu. Sebagaimana yang pernah disampaikan DR Yusuf Qardhawi dalam khutbah Jumatnya, tahun 2002 silam, “ كل ما له بديل يجب أن يقاطع” Setiap produk yang ada gantinya, wajib diboikot.
 Namun kampanye boikot ini akan lebih berpengaruh jika terorganisir secara kontinyu dan sistematis. Kalau dalam lingkup Masisir, sepertinya PPMI dan Wihdah lah yang paling tepat untuk mengorganisirnya. Begitu pula dengan penggalangan dana dari Masisir, tentu lebih terasa manfaatnya bila diorganisir secara terpusat dan kotinyu. Sehingga tidak harus menunggu momentum tertentu, untuk menggalang dana secara massal dari Masisir.
Usaha di atas tentu diringi dengan doa. Kita berharap di bulan suci Ramadan ini, seluruh muslimin di penjuru dunia dapat melaksanakan ibadah puasa dengan tenang dan aman. Tanpa harus dibayang-bayangi oleh serangan bom, pembantaian massal dan segala bentuk kezaliman.
Wal akhir, yang saya sampaikan adalah uneg-uneg sederhana, dengan harapan supaya Masisir (juga saya sendiri) lebih peka terhadap peristiwa dan isu-isu global yang kerap terjadi. Sehingga tenaga dan respon yang kita keluarkan lebih mendatangkan manfaat, tidak hanya terbuang sia-sia untuk perseteruan dan debat kusir tiada putus, yang justru tidak membawa dampak apapun kecuali menyalakan api permusuhan.

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS Yusuf:21)


Wallahu ta’ala a’lam