Saturday 11 February 2012

BIARAWATI itu, kini belajar padaku (bag.2)

bismillah

Suster Agatha.

Begitu ia biasa dipanggil dalam biara. Terbaring pingsan dalam ruang doa. Sejak saat itu pula, hidayah menyapanya. Ia putuskan mengundurkan diri. Keluar dari biara. Namun hal itu bukan perkara yang mulus.
Ia sudah mendapatkan sumpah. Hingga mencapai ‘kaul kekal’. Itu artinya, butuh ijin langsung dari Paus di Vatikan untuk keluar. Butuh waktu lama memang. Namun dengan pertolongan Alloh, ijin dari Vatikan turun setelah proses rumit selama kira-kira 3 bulan.
Syahadatpun terucap. Hamdan lillah!!
Sebelumnya, saat ia masih menjadi biarawati. Ayahnya sakit keras. Dirawat di RS Panti Waluyo, Solo. Meski demikian parah sakit sang ayah, juga tiada harapan untuk sembuh, selalu datang seorang pemuda yang terus memberi semangat hidup sang ayah. Pemuda itu adalah tetangganya, dan MUSLIM! Entah mengapa sang ayah begitu berkesan dengan kepribadian pemuda itu. Meski ia MUSLIM sedang keluarga besarnya adalah katholik tulen!
Dan sebelum ajal datang, ayah suster Agatha itu berpesan.
“Kamu, anak kesayangan papa. Kamu nanti, menikahlah dengan pemuda itu.”
Suster Agatha terkejut, “Tapi aku biarawati,Papa!” terlebih dalam hatinya, ia sangat benci dengan MUSLIM!!
Hingga, sang ayah meninggal dunia. Ia tak sudi menerima wasiat sang ayah. Pun ketika ia telah menjadi muslimah. Tak sedikitpun ia simpatik dengan pemuda itu.
Keluar dari biara, ia mengikuti kursus kecantikan. hingga menjadi murid terbaik se-jawa tengah. Dan mendapat beasiswa dan pekerjaan yang mapan.
Suatu hari, dalam perjalanan menuju rumahnya. Dalam bus kota yang penuh sesak.
Tiba-tiba, bus mengerem mendadak. Menghindari kecelakaan. Semua penumpang yang dapat jatah berdiri, jatuh tersungkur di lantai bus. Tak terkecuali ia. Dua lututnya menggesek lantai bus yang kasar. Darah segar mengalir. Perih.
Masih dalam keadaan panik, ia berusaha berdiri. Meraih apa yang bisa dijadikan pegangan untuk berdiri. entah, mungkin karena panik. Ia berpegang pada suatu benda. Yang nantinya ia tahu, bahwa itu adalah ikat pinggang.
Milik seseorang. Saat ia melihat ke atas. Kepada pemilik ikat pinggang itu.
Tetangganya. Ya, pemuda muslim itu. Entah mengapa dua pipinya memerah,
“Mas Bambang?!”
“Lho, kamu di sini, dek?!”
Cuit-cuiit... –bayangin aja soundtracknya “Ayat-Ayat Cinta”
Ya.. selanjutnya, bisa ditebaklah...
Sekarang para tetangga memangilnya, Bu Bambang.
Ia tengah belajar membaca alquran. Belum berkerudung memang. Namun ia minta doa. Supaya secepatnya dapat membaca alquran dan memakai jilbab syar’i. Karena tidak mudah ia lakukan itu dengan tantangan permusuhan keluarga besarnya.
Doakan ya, kawan...

2 comments: