Thursday 25 April 2013

Jalan-Jalan -lagi-

bismillah

Hari ini amazing kumpul, menjelang imtihan, sekaligus setelah banyak kesibukan dan kepulangan pak ketua. Jika dibilang capek, rasanya cukup sulit untuk berkata tidak.
Mulai dari pagi hingga menjelang dhuhur, amazing banat sudah gotong-royong masak  lauk.beuh.. capek lah intinya. Tapi yah.. alhamdulillah semua bisa terobati dengan acara-acara fun yang dikemas dalam bentuk games oleh para tim kreatif.
Alhamdulillah bus 926 langsung muncul –yah, ndak lebih dari 15 menit lah kita nunggu-, cabut deh ke Tahrir. Kita turun di Opera. Lalu jalan dikit deh ke pintu hadiqoh jaziroh. Cukup 3 Le untuk masuknya. Yah, harga standar sih, cuman kalau di banding tahun lalu, naik 1 Le lah.
Awalnya kawan2 banin khususnya yg belum pernah pergi ke hadiqoh ini pada bengong. Jelas sekali di wajah mereka tertulis,”Ini hadiqoh ni?”
Sampai saat ada yang bertanya, “ini hadiqoh? Gak ada tumbuhannya?”
Saya langsung jawab,”iya, memang begini seperti yang saya bilang. Sederhana.”
Nggak heran juga sih. Karena suasananya lumayan berbeda dengan setahun yang lalu di mana tidak ada restoran kecuali dalam kapal di tepi hadiqoh. Namun hari ini sudah banyak seperangkat meja kursi yang tertata hampir di setiap jengkal hadiqoh. Jadinya tak lagi nyaman untuk kumpul2 lah.
Tapi akhirnya pilihan tempat kumpul jadinya di bawah jembatan gitu lah. Miris sih, sedikit. But... musti di syukuri tah?
Saya sempat bertegur sapa dengan satu keluarga berkebangsaan Suriah. Subhanalloh... mereka mengungsi ke Mesir, sudah sekitar 5 bulan. Bahkan anaknya bersekolah di ma’had fatayat dekat asrama saya. Ia cukup kaget ketika saya katakan bahwa seorang saudara saya masih bertahan di Damaskus, ibu kota Suriah. Dan ketika saya bertanya tentang gosip bahwa “Pak Kumis” –maksudnya Bassar Assad itu lho- sudah mati, ia segera menengadahkan dua tangannya ke langit seraya berdoa agar ia benar-benar dibinasakan.
Hanya pertemuan singkat itu.
Selanjutnya, makan-makan –yummy-...
Lalu seorang kawan “mentraktir” kami untuk naik kapal melintasi sungai nil selama kurang lebih 30 menit. Hampir sekitar 20an orang lah kapal tu muatnya. Nah di sini lah saya mulai heran dengan diri saya sendiri.
Yang dari semalam meriang –biasa.. awal flu bgitulah-...hingga sore pun masih meriang sikit-sikit lah... e.. berfoto-foto ria di atas perahu kok ya semua rasa pegal tu hilang. Virus narsis ebih kuat sepertinya ya... hihi


Yah.. wah akhir capek-capek deh seharian ni. Kami harus menyebrangi jembatan hingga mencapai stasiun metro Sadat. Transit di Attaba, lalu menuju Abdou Basha.. Lalu jalan lagi –huwa... asli capek bangeeeeeet- sampai asrama...
e.. Ammu mahmud yang jaga... Ammu yang hapal silsilah keluarga dari pihak laki-laki hingga 14 keturunan ini,  wajahnya bijaksana gitu deh.. sesuai dengan sifat ramahnya... jadinya kami tidak perlu menullis nama di buku “hitam” atas keterlambatan kami.
Maturnuwun Ammu Mahmud Mamduh Mahmud...
Aih.. udah bingung mau nulias apa lagi.... semoga refreshing kali ini berbarokah dan menambah semangat buat menghadapi imtihan termin 2. Najjihna ya Rabb...
Allohumma Aamiin.

Tuesday 16 April 2013

APA AJA, asal BeTe hilang :p

bismillah

“Setiap masalah, ada foldernya masing-masing.”
Itu nasehat singkat seorang kawan dekat aku, kira-kira setahun yag lalu.  Jadi tempatkan masalah sesuai foldernya, sehingga tidak berimbas pada hal lain. Misalnya, ketika itu aku sedang bertarung dengan birokrasi asrama yang ruwet dan njelimet, wajar jika aku marah dan sebal. Namun rasa marah dan sebal itu jangan sampai dilimpahkan pada kuliah dan belajar.
Nah, rasanya saat ini aku harus menerapkan nasehat kawan dekatku itu. Ya... ditengah-tengah setumpuk tugas dan kewajiban yang tak kunjung usai hingga menjelang imtihan termin 2 ini. Ku rasa tidak ada salahnya menulis sejenak dalam rangka meredakan emosi yang campur aduk. (hedeh...)
Yah, begini saja. Perasaan sial, marah, sebal, kecewa, menyesal, semua terasa bercampur dan berbenturan tak beraturan dalam pikiran. Bolehlah menikmatinya sejenak. Hm, 5 menit cukupkah? Oke lah, bisa ditolerir sampai satu jam. Menangis, boleh? Silakan...
Nah, sekarang tiba saatnya masa pembekuan. Dinginkan otak, pikiran, perasaan dan kelakuan. Lho, mengapa dengan kelakuan? Tentu saja, kau tahu, orang marah itu sedang junun! Jadi pastikan jangan berbuat apapun saat perasaan dan emosi yang masih di atas garis batas normal itu meraja. Orang mau mencaci, berkomentar atau sak polah tingkah mereka, biarkan! Jangan marah, jangan ditanggapi, jangan berbuat apapun. Ssttt... diam.
Maaf Nabil... aq gemes asli ama pipi embem-mu
Ketika mulai dingin, pejamkan mata, ambil semua perasaan yang menggalaukan itu tadi. Kumpulkan. Anggap itu semua bagai kertas coretan yang “gagal”, remaslah sekuat tenaga. Remas lagi, hingga kusut tak beraturan, genggam dengan tangan hingga sekecil mungkin. Lalu dengan sekuat tenaga, hantamkan ke sebuah dinding besar dalam imajinasimu. Look!
Ia terjatuh dan menggelinding kembali ke arahku. Yak, injak! Bug bug bug! Lalu tendang dengan kaki! Dan, yup. Masuk tong sampah. Bye bye...
Setidaknya aku berusaha berbuat macam tu..
Saat pikiran sedang tidak karuan begini. Dimulai dari dini hari, aku tidak percaya dengan hari sial. Namun aku harus mengakui bahwa dini hari tadi aku telah memulai hari dengan sebuah mimpi buruk. Tentang kawan-kawan yang mencaci dan memainkan kelemahanku dalam kepemimpinan. aku akui, aku bukan tipe seorang pemimpin. Leadership itu.. beuh, bukan aku banget. Setidaknya begitu faktanya. Ragu-ragu, kurang tanggap, bekerja sesuai mood dan tidak pandai membaca keadaan, itu pula yang seringkali melahirkan keputusan yang salah (menurutku), tentu ini berimbas pula pada ketidaknyamanan kawan-kawan. Entahlah, semua bilang bahwa ini keluarga di tanah rantau, tapi buatku justru semakin hari semakin menjadi beban. Setiap kali berkumpul, aku tidak merasa apa yang sebagian mereka rasakan. Kedamaian, keharmonisan. Ugh! Maaf aku harus jujur.
Setiap kali mendapat cobaan, aku selalu teringat pada nasehat Abi, bahwa jika hari itu kau mendapat musibah, ketahuilah bahwa sebelumnya kau telah melakukan kesalahan yang hmm.. vatal. Mungkin aku menemukan kesalahan itu, mungkin tidak. Tapi ku rasa yang juga berat adalah untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Suatu ketika mungkin aku pernah mencelamu atau mengatakan bahwa kau terlalu ceroboh. Dan entah berapa waktu berselang dan perasaanku menjadi was-was dan akhirnya aku harus menyesal telah mengatakannya padamu. Karena aku telah melakukan kesalahan yang sama. Karma? Entahlah. Yang jelas Alloh ta’ala Maha Adil.
Dan... sore ini. Ya Rabb... pikiran ini masih kacau. Bukan perkara besar, tapi justru terkadang perkara yang sempat memutus harapan dan impian duniawi itu pun menyesakkan. Terlebih hasil keringatku itu melayang dalam sekejap. Apa karena aku riya? Semoga tidak. Kalaupun iya, tolong maafkan aku, Rabbi...
Huft, yang jelas, menulis begini sedikit mengobati. Dari pada berderai air mata, ya tho? (haha, alay!) masih berharap bahwa kali ini –mengutip sahabat curatku dari pesantren dulu- aku salah menekan tombol “pause” dan bukan “game over”. Ya Rabb...