bismillah
Hm, hampir dua bulan blog ini tidak kunjung saya “hiasi”.
Rasanya hampaa... malas kah? Umm, ‘sebetulnya’ tidak juga. Sibuk? Wah, itu
cari-cari alasan namanya. Tapi entah kenapa saya ingat nasehat seorang
senior-siapapun yang lebih tua dari saya, maka saya sebut senior, haha- yang
intinya, “istiqomahlah dalam menulis”.
Namun juga, hal itu menjadi tanda tanya bagi saya, menulis
adalah bentuk aktualisasi diri saya. Penyaluran uneg-uneg-terutama- yang telah
saya alami dari kejadian sehari-hari atau hasil kontemplasi yang ndak begitu
serius. Dengan kata lain, bagi saya menulis akan menghadirkan kepuasan sendiri.
Jadi, kembali pada nasehat tadi, mengapa saya harus istiqomah? Karena kata-kata
‘istiqomah’ seperti menunjuk pada hal-hal yang sulit untuk dilakukan, dan butuh
kerja ekstra untuk melakukannya. Sedangkan bagi saya menulis itu kepuasan,
tidak perlu kerja keras dan memeras otak untuk melakukannya.
Lalu saya teringat nasehat senior yang lain lagi, untuk
meningkatkan kualitas tulisan. Hm, sampai di titik inilah saya mulai merasa ada
sesuatu yang ‘aneh’. Tapi tentu saja berbeda dengan rasa ‘dahsyah’nya para
filosof ketika mencapai puncak tertentu dalam gelutan pikiran mereka. (^_^)”??
Ya, dari situ saya lalu merasa tertohok. Selama ini apa sih
yang sudah saya tulis? Apakah ada peningkatan kualitas? Peningkatan ragam?
Atau justru berjalan ke belakang? wawasan apa pula yang sudah saya tulis?
Rasanya seperti hanya jalan di tempat.
Lalu teringat lagi saat blogwalking ke blog senior yang
lain. Entah ini murni kata-katanya atau hasil mengutip, “membaca adalah
bernapas, dan menulis adalah menghembuskannya”. Eureka!! Di sini saya menemukan
jawabannya. Bagaimana saya bisa menulis sesuatu yang berkualitas kalau bacaan
saya tidak berkualitas? Bagaimana bisa menulis dengan wawasan yang luas kalau
saya tidak membaca apa-apa? Saya juga teringat ketika mewawancarai sastrawan
tanah air yang tengah melawat ke Mesir, bapak Taufik Ismail. Bahwa apa yang
selama ini beliau perjuangkan adalah supaya masyarakat kita gemar membaca. Duh!
Setiap kali membaca hasil tulisan orang lain, saya merasa
iri, minder bahkan apatis. Apa saya bisa menulis sebagus itu? Tulisan apa saja.
Fiksi ataupun non-fiksi. Serius ataupun yang berpoles humor. Apa saja. Lalu
tiba-tiba terbersit di kepala saya untuk ‘tawaquf’ –hihi, saya gemar sekali
pakai alasan ini untuk um,,, rahasia ah- sampai bacaan saya ‘cukup’ untuk
menelurkan tulisan yang sedikit ‘ehm’. Maka dari itu, blog saya jadi ‘mati
suri’. Gara-gara keputusan ber-tawaquf itu.^_^
Ibaratnya, selepas masa ‘membaca’ saya ingin bisa dapat
ilham dari langit, lalu keluarkan tulisan yang sedikit lebih ‘berkualitas’.
Tapi setelah beberapa waktu terlewat. Justru rasa hampa yang mengisi kepala
saya. Seperti ada sesuatu yang menyumbat ketika saya menarik nafas kehidupan. Eciee...
Jadi, haduh.. awalnya saya hanya ingin menulis satu paragraf
untuk epilog, tapi ternyata malah ngalor ngidul. Padahal saya hanya mau menulis
pengalaman sore tadi, ketika jalan yang melewati kompleks ‘madinah’ mahasiswa
(Mesir) al-Azhar diblokir polisi dan nampak gas putih mengepul dari dalam
kompleks (kemarin 3 mahasiswa meninggal karena bentrok dengan aparat –kabarnya
begitu-) pasir dan batu juga berserakan tepat di depan gerbang kompleks asrama
mahasiswa yang-ketika saya lewati- sudah lenggang. Juga sedikit insiden dalam
bus, dan reaksi lucu seorang teman. Lho..lho... masih ingin menulis. Tapi ada
tugas lain yg harus d kerjakan.
Anyway, smoga uneg-uneg ini bermanfaat.
Allohumma arinal haqqo haqqon warzuqna ittiba’aah, wa
arinal batila batilan warzuqna ijtinabah.
Cairo,
22 November 2013
20:02 CLT