bismillah
“Setiap masalah, ada foldernya
masing-masing.”
Itu nasehat singkat seorang kawan
dekat aku, kira-kira setahun yag lalu. Jadi
tempatkan masalah sesuai foldernya, sehingga tidak berimbas pada hal lain.
Misalnya, ketika itu aku sedang bertarung dengan birokrasi asrama yang ruwet
dan njelimet, wajar jika aku marah dan sebal. Namun rasa marah dan sebal itu
jangan sampai dilimpahkan pada kuliah dan belajar.
Nah, rasanya saat ini aku harus
menerapkan nasehat kawan dekatku itu. Ya... ditengah-tengah setumpuk tugas dan
kewajiban yang tak kunjung usai hingga menjelang imtihan termin 2 ini. Ku rasa
tidak ada salahnya menulis sejenak dalam rangka meredakan emosi yang campur
aduk. (hedeh...)
Yah, begini saja. Perasaan sial,
marah, sebal, kecewa, menyesal, semua terasa bercampur dan berbenturan tak
beraturan dalam pikiran. Bolehlah menikmatinya sejenak. Hm, 5 menit cukupkah? Oke
lah, bisa ditolerir sampai satu jam. Menangis, boleh? Silakan...
Nah, sekarang tiba saatnya masa
pembekuan. Dinginkan otak, pikiran, perasaan dan kelakuan. Lho, mengapa dengan
kelakuan? Tentu saja, kau tahu, orang marah itu sedang junun! Jadi pastikan
jangan berbuat apapun saat perasaan dan emosi yang masih di atas garis batas
normal itu meraja. Orang mau mencaci, berkomentar atau sak polah tingkah
mereka, biarkan! Jangan marah, jangan ditanggapi, jangan berbuat apapun. Ssttt...
diam.
Maaf Nabil... aq gemes asli ama pipi embem-mu |
Ketika mulai dingin, pejamkan
mata, ambil semua perasaan yang menggalaukan itu tadi. Kumpulkan. Anggap itu
semua bagai kertas coretan yang “gagal”, remaslah sekuat tenaga. Remas lagi,
hingga kusut tak beraturan, genggam dengan tangan hingga sekecil mungkin. Lalu dengan
sekuat tenaga, hantamkan ke sebuah dinding besar dalam imajinasimu. Look!
Ia terjatuh dan menggelinding
kembali ke arahku. Yak, injak! Bug bug bug! Lalu tendang dengan kaki! Dan, yup.
Masuk tong sampah. Bye bye...
Setidaknya aku berusaha berbuat
macam tu..
Saat pikiran sedang tidak karuan
begini. Dimulai dari dini hari, aku tidak percaya dengan hari sial. Namun aku
harus mengakui bahwa dini hari tadi aku telah memulai hari dengan sebuah mimpi
buruk. Tentang kawan-kawan yang mencaci dan memainkan kelemahanku dalam
kepemimpinan. aku akui, aku bukan tipe seorang pemimpin. Leadership itu.. beuh,
bukan aku banget. Setidaknya begitu faktanya. Ragu-ragu, kurang tanggap,
bekerja sesuai mood dan tidak pandai membaca keadaan, itu pula yang seringkali
melahirkan keputusan yang salah (menurutku), tentu ini berimbas pula pada
ketidaknyamanan kawan-kawan. Entahlah, semua bilang bahwa ini keluarga di tanah
rantau, tapi buatku justru semakin hari semakin menjadi beban. Setiap kali
berkumpul, aku tidak merasa apa yang sebagian mereka rasakan. Kedamaian, keharmonisan.
Ugh! Maaf aku harus jujur.
Setiap kali mendapat cobaan, aku
selalu teringat pada nasehat Abi, bahwa jika hari itu kau mendapat musibah,
ketahuilah bahwa sebelumnya kau telah melakukan kesalahan yang hmm.. vatal. Mungkin
aku menemukan kesalahan itu, mungkin tidak. Tapi ku rasa yang juga berat adalah
untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Suatu ketika mungkin aku pernah mencelamu
atau mengatakan bahwa kau terlalu ceroboh. Dan entah berapa waktu berselang dan
perasaanku menjadi was-was dan akhirnya aku harus menyesal telah mengatakannya
padamu. Karena aku telah melakukan kesalahan yang sama. Karma? Entahlah. Yang jelas
Alloh ta’ala Maha Adil.
Dan... sore ini. Ya Rabb...
pikiran ini masih kacau. Bukan perkara besar, tapi justru terkadang perkara
yang sempat memutus harapan dan impian duniawi itu pun menyesakkan. Terlebih hasil
keringatku itu melayang dalam sekejap. Apa karena aku riya? Semoga tidak. Kalaupun
iya, tolong maafkan aku, Rabbi...
Huft, yang jelas, menulis begini
sedikit mengobati. Dari pada berderai air mata, ya tho? (haha, alay!) masih
berharap bahwa kali ini –mengutip sahabat curatku dari pesantren dulu- aku
salah menekan tombol “pause” dan bukan “game over”. Ya Rabb...
:) sabar. nangis boleh tapi jangan berhari2 nge-drama jadinya :D semangat non...
ReplyDelete