Saturday 18 August 2012

Aku dan AMAZING (sebuah catatan kecil)

bismillah

Mungkin ini hal yang terbilang sepele. Tapi buat saya, tidak.
Masih terhitung akhir Ramadhan. Teman-teman Indonesia yang lulus seleksi beasiswa dan ditempatkan di asrama internasional Al Azhar, membentuk sebuah wadah di setiap tahun kedatangan. Putra dan putri.
Kami menamainya marhalah AMAZING. 
Dengan harapan masing-masing menjadi pribadi yang ‘amazing’ untuk ummat, bangsa, dan diri masing-masing. Kalau dikalkulasi, hampir satu tahun marhalah ini terbentuk. Tentu saya hanya menikmati sekitar 7 atau 8 bulan saja, mengingat keterlambatan saya dalam mendapat visa ke mesir.
Setahun berlalu. Dan pemilihan ketua baru untuk putra maupun putri dilangsungkan di rumah salah seorang anggota putri yang telah berkeluarga di kawasan Tub Romly, Nasr City. Masih dalam Ramadhan. Berharap seiring dengan masa Ramadhan yang belum berakhir, turut mendapat suntikan barokah dalam pemilihan ini.
Dari segi kuantitas anggota, memang tidak mencapai angka yang fantastis. Bahkan terhitung marhalah dengan jumlah anggota paling sedikit di banding para senior. Namun justru hal itu yang membuat suasana ‘kekeluargaan’ kami begitu erat. Terlebih anggota putri yang hanya berjumlah 10 orang.
Dan ada yang terasa cukup menyesakkan buat saya. Ya, awalnya kandidat utama untuk ketua putri adalah seorang sahabat karib saya. Namun di tengah pemilihan, secara spontan dan di luar dugaan saya, ia mengundurkan diri. Bukan tanpa alasan memang, dan sayangnya, saya paham betul kondisi yang ia alami. Jadi, dengan berat –sangat- saya dan seorang kawan yang juga menjadi kandidat harus merelakannya mengundurkan diri.
Pemilihan babak kedua berlanjut. Dan, ya Rabb. Akhirnya saya yang harus menerima amanah tersebut.
Ya, ini terlihat biasa saja. Bukan sesuatu yang ‘wah’ buat kebanyakan orang. Tapi sepertinya tidak buat saya. Memang sempat  beberapa kali saya menjadi pemimpin dalam sebuah organisasi. Tapi rasanya kali ini berbeda.
Tentu saja, yang saya pimpin adalah orang-orang yang kematangan dan kedewasaannya sama bahkan jauh melampaui saya. Kawan-kawan masisir, dalam pandangan saya adalah sosok-sosok yang mengagumkan. Bukan saja dari segi akademis. Namun dari ketekunan dan ijtihad mereka dalam berbagai lahan yang digeluti. Saya? Bukan apa-apa.
Fenomena itu saya sadari. Dan saya juga cukup sadar akan kelemahan diri. Terlebih untuk menjadi seorang pemimpin. Satu kelemahan besar yang saya miliki adalah tidak dapat melakukan pengambilan keputusan (decision making) dengan cepat.
Ya, seharusnya seorang pemimpin dituntut untuk intuitif, memiliki rasa peka yang besar dan juga cepat dalam mengambil keputusan. Tidak perlu jauh-jauh, dari sebuah contoh sehari-hari saja, bisa menjadi analogi yang tepat. Jika lazimnya seseorang (wanita khususnya) memasak di dapur selama satu jam. Maka saya menghabiskan waktu satu setengah jam, bahkan dua jam.
Ya, setengah jam pertama saya gunakan untuk berpikir keras.  Tentang apa nanti yang pertama kali saya lakukan di dapur. Mana yang seharusnya lebih dulu saya kerjakan, menyiapkan bahan utama atau bumbunya? Mana yang seharusnya lebih dahulu untuk dikerjakan agar efektivitas waktu mampu dioptimalkan. Saya selalu ingin meminimalisir kesalahan, namun itu juga menuntut saya –yang tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat- untuk menghabiskan banyak waktu. Tidak sesuai dengan tujuan awal.
Dan dari hal-hal seperti itu, saya membangun karakter diri untuk hal yang lebih besar lagi. Saya tidak tahu, apakah karakter yang demikian bisa berubah –untuk yang lebih baik- atau itu memang sesuatu yang melekat dalam diri dan tak dapat dipisahkan.
Saya tahu, bahwa kawan-kawan akan membantu di perjalanan ini nantinya. Karena kita adalah keluarga. Bersatu dalam ukhuwah abadi. Ukhuwah Islamiyah.
In syaalloh…


Cairo, akhir Ramadhan 1433 H


No comments:

Post a Comment