Saturday 17 November 2012

Harus PeDe

bismillah

Hari itu aku begitu bangga. Ya, biasanya saat muhadhoroh[1] di Al Azhar terjadi tanya jawab dan diskusi interaktif antara Duktur atau Dukturoh[2] dengan mahasiswi. Teman-teman Mesir memang memiliki rasa percaya diri dan keberanian yang tinggi. Tidak jarang mereka bertanya dan mendebat argumen Duktur. Di sisi lain juga, mereka memang terbiasa adu mulut terhadap persoalan-persoalan kecil. Agak sulit mengalah. Begitulah watak unik mereka.
Tentu berbalik seratus delapan puluh derajat dengan wafidat[3] khususnya yang berasal dari Asia. Lebih khusus lagi Asia Tenggara. Karena rata-rata mahasiswi berasal dari Malaysia, Indonesia, Thailand dan sekitarnya. Selain karena watak asli orang Asia yang pemalu dan lebih memilih tunduk dan sendiko dawuh daripada berdebat. Meski tidak semua begitu. Sejauh yang saya amati, ada beberapa wafidat Asia yang cukup berani, entah itu dari Singapura, Indonesia atau sekitarnya.
Jangankan mendebat argumen Duktur. Untuk bertanya hal yang tidak diketahui, atau memohon Duktur agar menerangkan dengan bahasa fusha[4] saja, terkadang meminta bantuan orang Mesir agar mereka yang sampaikan ke Duktur. Pun Barisan bangku awal selalu terisi mahasiswi Mesir. Entah karena malu, atau tidak percaya diri atau dua-duanya.
Hari itu, muhadhoroh al Nudzum al Islamiyah. Duktur Ahmad menerangkan tentang salah satu asas Undang-undang Islam, yaitu kebebasan. Yang saya cerna dari setiap pelajaran, tampaknya beliau orang Ikhwanul Muslimin (IM). Terlihat jelas dari setiap yang beliau terangkan, mengarah pada perpolitikan dan pujian terhadap gerakan ini.
Di awal beliau jelaskan mengenai perbudakan yang merupakan natijah atau akibat dari peperangan. Di mana hal itu merupakan sesuatu yang telah terjadi sebelum munculnya Islam di Jazirah. Setelah beberapa kali pemaparan, beliau bertanya pada semua mahasiswi. Saat itu semua wafidat diharuskan duduk di tiga baris dari depan. Saya memilih duduk di baris kedua, tepat lurus dengan Duktur. Karena kelas kami di mudarraj[5]. Di kananku Orang Maldaves, kiri orang Singapura, Depan orang Amerika. “Islam melarang adanya perbudakan. Akan tetapi mengapa tidak ada dalil yang secara jelas menyatakan akan pelarangannya?”, tanya Duktur.
Seorang mahasiswi Mesir yang dudukjauh di atasku menjawab. Duktur menggeleng, “Hadza ghoitu shohih...”[6]
Aku angkat tangan. Mencoba asal jawab berdasar  kesimpulan yang kutarik sendiri dari perkataan Duktur sebelumnya. “Perbudakan adalah natijah dari peperangan. Sedang peperangan itu akan terus terjadi hingga hari Kiamat.” Begitu jawabku, singkat.
“Mumtaz!” kata Duktur.
Cess... tanganku langsung bergetar (kebiasaan kalau grogi).
Orang Singapura di sampingku sampai terbengong-bengong, “Wah... subhanalloh. Anti hebat sekali..”. saya sendiri tidak pernah menemukan seorang wafidat yang bisa menjawab dengan benar. Sementara teman-teman Mesir saja tidak satupun yang bisa menjawab dengan benar. Rasanya bangga bercampur gembira! Mungkin karena ini adalah pertama kalinya aku bisa menjawab pertanyaan duktur dan di jawab,”Mumtaz”.
Mungkin ini hal sepele dan wajar. Bahkan mungkin banyak juga wafidat yang mengalaminya. Namun saya mengambil sebuah pelajaran berharga, bahwa kita Ummat Islam harus PeDe. Harus berani! Kalau kata Ustadz saya di Pesantren dulu, “Salah itu nomer pitu likur![7] yang penting adalah keberanian untuk mencoba dan percaya diri. Karena dengan kepercayaan diri dan keberanian Islam pernah mengayomi lebih dari duapertiga dunia!
Seperti Umar bin Khothtob di awal keislamannya,”Ya Rosululloh, a lasnaa ‘ala haqq?!”[8]
Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi bagi saya, dan pembaca sekalian. Wallohu ta’ala a’lam.


[1] Sebutan untuk kelas perkuliahan
[2]Kebiasaan untuk memanggil Dosen.  Karena semua pengajar di Al Azhar telah menyelesaikan doktoral.
[3] Sebutan untuk mahasiswi berkewarganegaraan selain Mesir.
[4] Rata-rata bahasa pengantar kuliah adalah bahasa Ammiyah.
[5] Kelas dengan susunan bangku memanjang dan bertingkat.
[6] Jawabanmu tidak benar.
[7] Salah itu nomor dua puluh tujuh.

[8] Wahai Rosululloh, bukankah kita di atas kebenaran?!

No comments:

Post a Comment