Friday 11 July 2014

Tragedi Gaza dan Kepedulian Kita

bismillah


Sejujurnya, ada beberapa keresahan yang beberapa waktu ini menghantui pikiran saya. Langsung saja. Ini soal “kepedulian” yang rasa-rasanya luntur dari lingkungan sekitar saya. Sebagai bagian dari Masisir, saya merasa ada yang janggal setiap kali terjadi peristiwa atau isu yang memanas, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ya, saya melihat lambannya respon yang dilakukan oleh Masisir.
Untuk peristiwa berskala nasional misalnya, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Miss World, kita (terutama masisirwati) diam saja. Meskipun pada akhirnya-kalau tak mau disebut terlambat- Wihdah bekerjasama dengan beberapa organisasi keputrian mendeklarasikan penyataan sikap yang menolak diadakannya kontes kecantikan tersebut. Berikutnya, ketika berhembus isu pelarangan jilbab untuk siswi muslimah di Bali pada awal tahun 2014. Beberapa bulan berikutnya, barulah seorang anggota Wihdah menyebar selebaran dari PPMI, berisi petisi yang menolak larangan jilbab. Celakanya ada beberapa kawan yang bertanya,”Petisi itu apa?”
Hm, saya sendiri bertanya-tanya,”Kenapa baru sekarang? Isunya sudah hampir tiga bulan berlangsung”. Tapi ya, lebih baik telat daripada telat bangeet.
Dan sekarang agresi Israel ke Gaza. Empat hari sudah lewat. Kita mungkin telah merespon dengan memasukkan peristiwa ini dalam obrolan buka puasa, status facebook dan twitter atau men-share segala bentuk kabar terkait Gaza dan Palestina melalui grup-grup whatsapp atau yang sejenisnya. Tapi belum ada tindakan nyata yang mempresentasikan respon Masisir terkait peristiwa ini.
Dua hari yang lalu saya tanyakan pada seorang pegiat organisasi Masisir,”Gaza diserang, mau adakan penggalangan dana/pernyataan sikap tidak?” Syukurnya, beberapa saat lalu saya lihat pamflet aksi solidaritas kemanusiaan diposting di grup facebook PPMI Mesir. Aksi tersebut direncanakan pada hari Ahad, dua hari lagi. Berarti 5 hari pasca agresi Israel ke Gaza. Padahal di tanah air, aksi semacam ini sudah lebih dahulu digelar oleh ormas-ormas, organisasi dan berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah, begitu pula dengan penggalangan dana untuk rakyat Palestina. Bolehlah organisasi induk kita diapresiasi. Masih belum terlalu terlambat.
pic: dailymail.co.uk
Hanya saja, rasanya agak malu. Kita yang secara geografis lebih dekat dengan Palestina, ternyata kalah cepat dalam merespon tragedi kemanusiaan ini dibanding masyarakat Indonesia.
Ya, kita tahu Israel bukan hanya sekali ini “kalap”. Tahun 2008-2009, November 2012, lalu serangan terhadap Mavy Marmara dan masih banyak rentetan kezaliman dalam kurun waktu puluhan tahun yang dilakukan Israel terkait Palestina. Agresi militer yang lebih pantas disebut genosida yang terjadi saat ini mungkin akan berhenti sementara waktu. Tapi kita saksikan hal semacam ini terus berulang, perjanjian-perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan yang digelar terus dilanggar, sementara tekanan masyarakat internasional kepada Israel seperti butiran debu yang menantang angin.
Sudah wajar kita mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina terhadap kependudukan (baca: penjajahan) Israel di tanah mereka. Hal ini jelas bertentangan dengan bunyi Pembukaan UUD 1945. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Meskipun lewat sejarah kita tahu bahwa PBB mandul, jalur diplomasi pun tak memberi harapan yang pasti. Namun sepertinya ada jalur perjuangan untuk membantu saudara di Palestina yang selama ini kita sepelekan.
Boikot.
Seruan boikot yang juga pernah dikampanyekan DR. Yusuf Qardhawi ini, kurang berjalan dengan sistematis dan kontinyu. Buktinya, kampanye boikot terhadap produk-produk Israel dan pendukungnya ini hanya santer saat berita penyerangan Israel ke Palestina memanas. Selepas itu meredup lalu hilang, dan baru akan muncul setelah isu pembantaian terhadap rakyat Palestina mencuat lagi.
Kampanye boikot ini adalah salah satu usaha yang paling memungkinkan untuk kita lakukan. Ya, kita setiap individu. Sebagaimana yang pernah disampaikan DR Yusuf Qardhawi dalam khutbah Jumatnya, tahun 2002 silam, “ كل ما له بديل يجب أن يقاطع” Setiap produk yang ada gantinya, wajib diboikot.
 Namun kampanye boikot ini akan lebih berpengaruh jika terorganisir secara kontinyu dan sistematis. Kalau dalam lingkup Masisir, sepertinya PPMI dan Wihdah lah yang paling tepat untuk mengorganisirnya. Begitu pula dengan penggalangan dana dari Masisir, tentu lebih terasa manfaatnya bila diorganisir secara terpusat dan kotinyu. Sehingga tidak harus menunggu momentum tertentu, untuk menggalang dana secara massal dari Masisir.
Usaha di atas tentu diringi dengan doa. Kita berharap di bulan suci Ramadan ini, seluruh muslimin di penjuru dunia dapat melaksanakan ibadah puasa dengan tenang dan aman. Tanpa harus dibayang-bayangi oleh serangan bom, pembantaian massal dan segala bentuk kezaliman.
Wal akhir, yang saya sampaikan adalah uneg-uneg sederhana, dengan harapan supaya Masisir (juga saya sendiri) lebih peka terhadap peristiwa dan isu-isu global yang kerap terjadi. Sehingga tenaga dan respon yang kita keluarkan lebih mendatangkan manfaat, tidak hanya terbuang sia-sia untuk perseteruan dan debat kusir tiada putus, yang justru tidak membawa dampak apapun kecuali menyalakan api permusuhan.

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS Yusuf:21)


Wallahu ta’ala a’lam

No comments:

Post a Comment