Saturday 4 October 2014

Duh, Khutbah Ied yang Mengenaskan

bismillah
Dugaan saya tepat. Selepas imam mengucap salam kedua, seluruh jamaah berdiri tanpa komando. Mengambil sajadah, mengenakan sandal dan sepatu dan melenggang tak beraturan.
Nyaris semua jamaah wanita Mesir ini ngobrol
Sajadah kami terinjak? Ya.
Gaduh? O, tentu.
Hanya kami, orang Asia yang duduk menepi lalu memasang telinga untuk khutbah Idul Adha yang disampaikan. Remaja, anak-anak, ibu-ibu, semua bercengkerama lewat obrolan keras beradu menyaingi suara sang khatib. Hanya nenek-nenek-yang nyaris seluruhnya- bertubuh gempal duduk manis dan mendengarkan khutbah. Warga Mesir mana yang sudi kiranya mendengar ceramah fiqh adzhiyah dan tafsir AlKautsar itu dengan penuh kesadaran?
Iya, hal yang sangat saya rindukan adalah jamaah yang sudi mendengar khutbah Ied sang khatib. Yang tidak bergegas menarik sajadahnya untuk lari dari khutbah yang berdurasi tak lebih dari dua puluh menit.
Kita, orang Asia, orang Indonesia, ternyata lebih mampu mengetahui apa fungsi telinga. Indra pertama yang diciptakan Allah Swt sebelum yang lainnya. mungkin karena itu watak kita turut terbentuk. Watak “pengertian”, yang terkadang menjadi ekstrim dan disematkan pada orang Jawa-apalagi orang Solo dan Jogja-, lalu diterjemahkan menjadi “pekewuh”. Dan jika bergeser ke makna moderat disebut “santun”. Namun tak jarang santun dalam laku ramah itu disalahgunakan sehingga mengorbankan prioritas disiplin waktu. Jam karet.
Nah, saya mulai melantur nggak jelas. Anyway, Happy Ied Adha! Kullu ‘am wa antum bikhoir. ^_^

                                                             Masjid ArRahman ArRahim, Cairo, Iedul Adha 1435 H


Yang duduk adalah mahasiswi Asia, Indonesia

Jamaah wanita Mesir yang berlalu lalang ketika khutbah

Hanya nenek-nenek Mesir yang mau mendengarkan khutbah Ied

No comments:

Post a Comment