bismillah
Biasanya aku menulis dengan
topik atau tema yang sudah saya petakan di kepala. Tapi untuk kali ini, mari
biarkan ia mengalir.
Karena ini permintaan yang
dirubah menjadi sebuah “usul” kata seseorang yang gusar dengan sepinya blog
ini. ya, dengan begitu aku relakan untuk menulis apa saja. Ayyi hagah kata
orang Mesir. Biar perut mual, biar raga masih lelah dan pikiran suntuk merajai.
Beberapa waktu ini ada ketakutan
dan kecemasan menyelimuti. Hal-hal yang sejatinya mampu kuperkirakan akan
datangnya, akhirnya nampak gejalanya. Di samping itu, amanah-amanah lain tidak
berhenti. Ada semacam kekalutan yang terus mencecar di benak. Ada saat-saat di
mana terjadi pergulatan batin. Di situ ada rahasia yang tak sanggup untuk saya
rahasiakan. Di situ ada perasaan dan kesalahpahaman yang berbenturan. Baik dalam
diri maupun dengan orang lain. Bagi kebanyakan orang, mungkin masalah terbesar
adalah perselisihan dengan orang lain. namun bagiku, hal terberat adalah
ketidakseimbangan antara “idealita” dan cita-cita.
Ketika ku putuskan untuk
merenung. Barulah aku rasakan perkataan seorang kawan, “later means never”. Waktu
banyak tersia untuk pikiran-pikiran yang tidak –atau belum- produktif. Bahkan aku
menjadi seorang yang sangat menyebalkan; phobia dengan handphone. Seringkali alat
komunikasi itu ku buat “silent”. Supaya pekerjaan dan amanahku tidak bertambah.
Bahkan untuk membuka isi gadget itu aku ketakutan; takut ia berbunyi, mendapat
pesan, lalu harus menjawabnya.
Aku takut menjalani kewajiban.
Apa ini pengecut? Buatku, iya.
Lalu bertambahlah list
pertarungan idealita-ku. Bertambah pula kalutku.
Dan di saat seperti inilah,
waktu terasa menghimpit. Ada selaksa berkah yang tercerabut. Aku bertambah
yakin bahwa ini karena dosa dan nafsu yang kubiarkan.
Namun, ada satu hal. Hal yang
sangat sulit ku pungkiri.
Aku punya komunitas, kawan serta
guru di sini. Mereka adalah inspirasi sekaligus penyemangat bagiku untuk terus
bergerak. Meski terseok. Meski banyak cacat dan sering ku berbuat yang tak
layak, ada satu motivasi yang tak ingin ku buat surut.
Mungkin aku sedang inferior. Aku
sedang menjadi seorang pesakitan yang pemalas. Tapi setidaknya aku harus
menghargai diri sendiri sebelum orang lain menilai lebih tinggi dari espektasi
mereka terhadapku.
Menghargai diri sendiri artinya
mempersiapkan. Ya, tidak harus matang dan seperti idealisme yang kaku. Sedikit demi
sedikit. Apa yang untuk-Nya tak sepantasnya disebut letih dan lelah.
Sedalam apa pikiran-pikiran itu
merampas waktuku, sedalam apa kekalutan itu menyelam jiwaku, aku tak pernah
sendiri.
Terima kasih dan maaf. Ini bukan
tulisan untuk #purnama.
No comments:
Post a Comment