Sunday 31 May 2020

Make Up dan Skincare: Tampil Cantik dalam Pandangan Syariat


Make Up dan Skincare:
Tampil Cantik dalam Pandangan Syariat[1]
Oleh: Ainun Mardiyah, Lc. Dpl.[2]

Ingin tampil cantik dan merawat diri merupakan kodrat alami setiap wanita. Di setiap tempat dan setiap masa, selalu ada resep maupun alat bagi wanita untuk mempercantik dan merawat diri. Tak terkecuali pada masa kini, make up dan skincare (dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya) terdengar familier di kalangan kaum hawa, sebagai sarana untuk merawat dan mempercantik diri. Khususnya pada wajah yang merupakan pusat kecantikan wanita.
Bagaimana agama Islam -yang memberi petunjuk di setiap sendi kehidupan- memandang hal ini?
Bolehkah seorang muslimah menggunakan make up dan skincare di wajahnya? Adakah batasan atau panduan khusus bagi wanita muslimah untuk merawat dan mempercantik diri? Apakah menggunakan produk-produk tersebut berdampak pada ibadah yang dilaksanakan?

Google image



Wajah Wanita, Aurat?
Sebelum membahas tentang penggunaan make up dan skincare pada wajah, perlu terlebih dahulu memahami seputar wajah wanita dalam pandangan Islam; apakah termasuk aurat -yang wajib ditutupi- atau bukan.
Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita merupakan aurat bagi laki-laki ajnabi/asing (non-mahrom) kecuali wajah dan telapak tangan (dalam situasi tidak ada fitnah).

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ: أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثِيَابٍ شَامِيَّةٍ رِقَاقٍ، فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْأَرْضِ بِبَصَرِهِ، وَقَالَ: «مَا هَذَا يَا أَسْمَاءُ؟ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَا يَصْلُحُ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا» . وَأَشَارَ إِلَى كَفِّهِ وَوَجْهِهِ [سنن أبي داود (4/ 62/ رقم 4104الآداب للبيهقي (241) شعب الإيمان (10/ 219/ رقم 7409)]
Artinya:
Dari Aisyah Ummul Mukminin ra: Bahwasanya Asma binti Abu Bakar datang padanya, dan ia sedang Bersama Nabi SAW, dengan mengenakan baju tipis dari Syam. Maka Rasulullahh SAW menundukkan pandangan dan berkata,”Apa ini wahai Asma? Sesungguhnya perempuan jika telah haid, tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini” Beliau menunjuk telapak tangan dan wajahnya.

Meski demikian ada juga yang berpendapat bahwa wajah wanita juga termasuk aurat.
Namun terlepas dari perbedaan pendapat; apakah wajah wanita termasuk aurat bagi laki-laki asing (non-mahrom) atau tidak termasuk. Semua sepakat bahwa memandang tanpa keperluan, baik laki-laki terhadap wanita maupun sebaliknya, adalah dilarang.
Allah SWT berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ..إلخ[النور: 30، 31]
Artinya:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” (QS. AnNur: 30-31)
Perintah untuk menjaga pandangan, tidak hanya berlaku bagi laki-laki kepada wanita, namun berlaku juga sebaliknya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memerintahkan Ummu Salamah dan Maimunah untuk menggunakan hijab saat ada sahabat yang tuna netra.
عَنْ نَبْهَانَ، مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ، حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَيْمُونَةَ قَالَتْ: فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَذَلِكَ بَعْدَ مَا أُمِرْنَا بِالحِجَابِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: احْتَجِبَا مِنْهُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ.
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
[سنن الترمذي (4/ 399/ رقم 2778)، سنن أبي داود (4/ 63/ رقم 4112)]
Artinya:
Dari Nabhan Maula Ummu Salamah, ia berkata bahwa Ummu Salamah berkata:Suatu ketika ia dan Maimunah Bersama Rasulullah SAW.Ketika kami Bersama beliau (Rasulullah SAW) datang Ibnu Ummi Maktum (seorang sahabat yang tuna netra) menemui beliau. Itu terjadi ketika telah turun perintah memakai hijab. Rasulullah SAW berkata,”Berhijablah darinya (Ibnu Ummi Maktum)” Aku berkata,”Wahai Rasulullah, bukankah ia seorang yang buta, tidak melihat dan mengetahui kami?” Maka Rasulullah SAW menjawab,”Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihat?”

عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تُتْبِعِ النَّظَرَ النَّظَرَ، فَإِنَّ الْأُولَى لَكَ وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ "
[مسند أحمد (2/ 464/ رقم 1369)]
Artinya:
Dari Ali ra berkata: Rasulullah SAW berkata padaku,”Jangan ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Engkau berhak pada yang pertama dan tidak berhak atas berikutnya.”
Memandang wajah lawan jenis yang diperbolehkan, adalah pandangan seperlunya saja. Hal ini karena dalam kehidupan sosial, tidak dapat dipisahkan adanya interaksi antar manusia. Misalnya dalam jual beli, pendidikan, pengobatan, dsb. Dengan situasi yang demikian, menjadi sebuah keniscayaan diperlukan adanya pandangan terhadap lawan jenis. Baik laki-laki terhadap wanita, atau sebaliknya.
google image
Merawat dan Mempercantik Diri
Ingin tampil cantik merupakan kodrat alami setiap wanita. Terutama pada bagian wajah, karena wajah merupakan bagian tubuh utama yang menjadi pusat pandangan. Agama Islam tidak melarang, namun justru menganjurkan setiap pemeluknya untuk berhias dan merawat tubuhnya.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31) قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ [الأعراف: 31، 32]
Artinya:
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?(QS Al A’raf: 31-32)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: " كَانَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُونَهُ عَلَى الْبَابِ فَخَرَجَ يُرِيدُهُمْ، وَفِي الدَّارِ رَكْوَةٌ فِيهَا مَاءٌ، فَجَعَلَ يَنْظُرُ فِي الْمَاءِ وَيَسْرِي شَعْرَهُ وَلِحْيَتَهُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَأَنْتَ تَفْعَلُ هَذَا؟ قَالَ: «نَعَمْ، إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى إِخْوَانِهِ فَلْيُهَيِّئْ مِنْ نَفْسِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ»
[اعتلال القلوب للخرائطي (1/ 170/ رقم 352)]
Artinya:
Dari Aisyah ra berkata: Suatu ketika beberapa sahabat Nabi SAW menunggu beliau di pintu. Maka Rasulullah SAW keluar untuk menemui mereka. Di dalam rumah ada bejana berisi air. Lalu Rasulullah SAW melihat air dan menyisir rambut dan jenggotnya. Maka aku (Aisyah ra) bertanya,”Wahai Rasulullah, Engkau berbuat begini?” Beliau menjawab,”Ya, jika seseorang keluar menemui saudaranya hendaklah mempersiapkan dirinya. Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”
Bahkan Rasulullah SAW memberi teladan bagaimana beliau mempersiapkan diri untuk bertemu orang lain. Ini jika dilakukan tanpa tujuan riya alias memamerkan kecantikan di hadapan orang lain. Jika tujuannya adalah riya, maka segala cara merias diri, otomatis dilarang.
Jika demikian yang diajarkan, bagaimana dengan penggunaan make up atau skincare pada masa kini?
Bagi seorang muslimah, menggunakan sarana apapun untuk mempercantik diri di dalam rumah adalah diperbolehkan. Terlebih jika tujuannya untuk tampil cantik di depan suami.
Namun jika menggunakan make up di luar rumah, yang sudah tentu dapat dilihat oleh laki-laki asing, hal itu juga sah-sah saja dilakukan, selama tidak membuat perhatian lawan jenis akibat riasannya. Yang membuatnya jatuh kepada tabarruj (memamerkan diri di depan lawan jenis).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ: كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ، فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ.
[صحيح مسلم (2/ 973/ رقم 407)، سنن أبي داود (2/ 161/ رقم 1809)، السنن الكبرى للنسائي (4/ 13/ رقم 3607)، موطأ مالك (3/ 523)]
Artinya:
Dari Abdullah bin Abbas ia berkata: Suatu ketika Fadl bin Abbas membonceng Rasulullah SAW. Lalu datang seorang wanita dari Khats’am yang menanyakan sesuatu pada Rasulullah SAW. Fadl memandang wanita itu dan wanita itu memandang Fadl. Maka Rasulullah SAW memalingkan wajah Fadl ke arah lain.
Ya, selama riasan wajahnya tersebut tidak mengundang perhatian laki-laki normal, maka hal itu sah-sah saja digunakan. Baik riasan tersebut ditujukan untuk menutup bekas luka/bekas jerawat misalnya, atau untuk sekedar tampil natural, tidak nampak kusam dsb. Bahkan pada masa Nabi pun celak digunakan para wanita untuk berhias.
Meski demikian, ada beberapa hal berkaitan dengan penggunaan make up yang tidak boleh dilakukan.
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: «لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ» مَا لِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ.
[صحيح البخاري (7/ 166/ رقم 5943)، صحيح مسلم (3/ 1678/ رقم 120)]
Artinya:
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: (Allah melaknat wanita yang menato dan yang meminta ditato, yang mencukur bulu di wajah dan yang mengikir gigi demi kecantikan, yang merubah ciptaan Allah).
Bagaimana dengan parfum? Parfum dan make up atau skincare nyaris tidak terpisahkan. Ini karena mayoritas produk make up ataupun skincare mengandung parfum.
Sama seperti penggunaan make up dan skincare, parfum juga boleh digunakan oleh wanita di dalam maupun di luar rumah. Namun untuk di luar rumah, harus diperhatikan agar penggunaannya secukupnya saja, misalnya untuk menutupi bau badan yang tak sedap demi kenyamanan orang disekitarnya. Demikian sehingga tidak menarik perhatian laki-laki asing dengan wanginya.
Penghalang untuk Bersuci
Salah satu yang menentukan sah tidaknya bersuci (baik wudhu maupun mandi besar) adalah sampainya air ke kulit. Namun ada jenis make up yang bersifat anti-air (waterproof), tentu hal ini menghalangi sampainya air ke kulit secara langsung. Maka hendaknya wanita yang menggunakan make up yang bersifat waterproof agar menghapusnya dengan maksimal sebelum bersuci.
Yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah tekstur make up atau skincare yang sifatnya berminyak (cream) menempel di kulit, maka air tidak meresap langsung ke kulit.
Kalaupun air yang digunakan untuk bersuci tersebut bercampur dengan make up/skincare yang menempel di kulit, maka air yang sampai ke kulit bukan lagi air muthlaq (air asli). Namun sudah menjadi air campuran skincare/make up, sehingga tidak dapat digunakan untuk bersuci menurut mazhab Syafi’i.
Maka sebelum bersuci, pastikan benar bahwa tidak ada bahan berminyak (cream) yang menempel di kulit dengan cara membersihkannya terlebih dahulu. Bisa dengan cara dibilas atau digosok dengan air biasa ataupun dengan bahan khusus untuk menghilangkannya. Jika sudah tidak ada bahan berminyak yang menempel, barulah seseorang dapat bersuci, sehingga air muthlaq (air asli) dapat sampai ke kulit tanpa penghalang.
google image

Kandungan Haram dalam Kosmetik
Dengan adanya beragam jenis kosmetik wajah yang ada, beragam pula komposisi yang terkandung di dalamnya. Apabila sebuah kosmetik memiliki kandungan bahan baku haram, maka para ulama sepakat haram pula penggunaannya.
Akan tetapi jika terdapat komposisi bahan baku haram dalam kosmetik, namun dalam proses pembuatannya telah melewati proses kimiawi (istihalah), maka halal digunakan menurut pendapat  sebagian ulama.
Adapun jika terdapat keraguan akan kandungan bahan haram di dalamnya, dan keraguan tersebut memiliki dasar/bukti, misalnya jika didapatkan informasi dari “pihak terpercaya” bahwa mayoritas perusahaan kosmetik di suatu negara menggunakan bahan baku babi. Maka jika seseorang menggunakan kosmetik dari negara tersebut tanpa tahu pasti kandungan di dalamnya, maka hukumnya makruh digunakan.
Namun jika terdapat keraguan yang tidak berdasar, misalnya terdapat gossip bahwa suatu perusahaan menggunakan bahan baku haram, maka hukumnya tetap halal. Hal demikian karena keraguan yang muncul bukanlah keraguan yang didasari bukti.
Walaupun demikian, penulis secara pribadi lebih menyarankan untuk memilih produk yang sudah jelas kehalalannya. Jika konteksnya di Indonesia, maka produk yang telah mendapat sertifikat halal dari MUI bisa menjadi jaminan. Karena hal tersebut sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyath) dalam memilih produk yang halal digunakan.

Kesimpulan
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ.
[سنن الترمذي (4/ 421/ رقم 2819)، مسند أحمد (33/ 159/ رقم 19934)]
Artinya:
Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya Allah senang menyaksikan pengaruh nikmatNya pada hambaNya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala sisi kehidupan manusia. Syariat Islam juga sejalan dengan fitrah manusia. Karenanya, syariat mengakui adanya kodrat wanita untuk merawat dan mempercantik diri.
Namun bukan berarti membebaskan wanita untuk bersolek sekehendak hawa nafsu tanpa aturan. Oleh karena itu, ada batasan-batasan dan aturan-aturan yang membingkai agar berhias diri tetap terjaga sesuai fitrah manusia.
Bersikap hati-hati (ihtiyath) memang lebih dianjurkan. Akan tetapi hal-hal terkait hukum fikih juga perlu diketahui, agar seseorang tidak menghukumi sesuatu tanpa dasar syariat yang benar.
Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada kata yang tidak berkenan, dan terdapat banyak kekurangan atas apa yang disampaikan.

سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ



[1] Disampaikan dalam Kajian online @MuslimahYukBelajar, Sabtu 9 Mei 2020
[2] Kandidat Master Fak Ushuluddin Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Al Azhar Kairo

No comments:

Post a Comment