Wednesday 3 June 2020

KAJIAN HADIS NISFU SYA'BAN, YANG DIHUKUMI MAUDHU' (PALSU) OLEH SYEH ALBANI

bismillah
KAJIAN HADIS NISFU SYA'BAN, YANG DIHUKUMI MAUDHU' (PALSU) OLEH SYEH ALBANI
-----------------------------
Hj. Ainun Mardiyah, Lc, Dpl
(kandidat Master Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Al Azhar, Kairo.)

Terdapat beberapa informasi yang tersebar menyatakan bahwa hadis-hadis yang menjadi landasan tentang keutamaan malam nisfu sya’ban sangat lemah bahkan palsu. Kemudian diambil kesimpulan bahwa melakukan amal ibadah tertentu pada malam tersebut adalah bid’ah dan kemunkaran.

Lalu dikatakan bahwa riwayat yang dijadikan landasan dalil amalan nisfu syaban, hadisnya lemah bahkan palsu.

Selanjutnya, disertakan riwayat Ibnu Majah yang salah satu perowinya adalah Ibnu Abi Sabrah, yang tertuduh berdusta dan memalsukan hadis, sehingga status hadis tersebut adalah maudhu alias palsu.

Ini redaksi hadis tersebut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ "
(Sunan Ibnu Majah, jilid 1, no 1388, hal 444).

=======================================

KAJIAN:

Sebelum membahas hal ini, perlu diketahui bahwa para ulama sepakat bahwa hadis dhoif dapat digunakan dalam amalan ibadah sunnah. {Lihat al-Adzkar (hal. 94) dan Majmu Syarh Muhaddzab (jilid 3, hal 226)}.

Sedangkan hadis Maudhu alias palsu adalah hadis yang bukan berasal dari Rasulullah  , namun disandarkan pada beliau. Sehingga hadis maudhu tidak boleh diriwayatkan, apalagi diamalkan.

Hadis dhoif/lemah adalah hadis yang masih ada kemungkinan berasal dari Nabi, sedangkan hadis maudhu/palsu adalah hadis yang 100% bukan berasal dari Nabi. Karenanya hadis maudhu tidak boleh sama sekali dijadikan landasan amalan. Sedangkan hadis dhoif masih dapat digunakan dalam amalan sunnah.

Oleh karenanya, jika penulis dapat membuktikan bahwa derajat hadis Ibnu Majah yang dicantumkan adalah hadis dhoif (bukan maudhu), maka tuduhan “bid’ah” tersebut akan terbantahkan dengan sendirinya.

KOMENTAR ULAMA AHLUL HADIS TERHADAP IBNU ABI SABRAH:

Dalam ilmu mustolah hadis, komentar/kritik dari para ulama ahli hadis merupakan referensi utama untuk mengetahui dan menghukumi status seorang perowi.

Dalam proses pencarian status perowi tersebut, tidak boleh hanya mencomot sebagian perkataan ulama hadis, tanpa mempertimbangan ulama hadis lainnya.

Berikut penulis cantumkan komentar ulama-ulama ahli hadis tentang Ibnu Abi Sabrah:
(berikut penulis sengaja tidak menerjemahkan sebagian istilah-istilah dalam ilmu mustolah hadis, karena jika diterjemahkan, butuh penjelasan yang panjang)

1. Madrasah Mutasyaddid (Ulama yang ketat dalam mengkritik perowi) :
- Ibnu Main: لَيْسَ حَدِيْثُه بِشَيْءٍ، ضعيف الحديث
- Imam Nasai:  مَتْرُوْكٌ.

2. Madrasah Mu’tadil (Ulama yang objektif dalam mengkritik perowi):
- Imam Ahmad: كَانَ يَضَعُ الحَدِيْثَ
- Ibnu ‘Adi: وَهُوَ فِي جُمْلَةِ مَنْ يَضَعُ الحَدِيْثَ
- Imam Bukhori: Hadisnya dhoif.
- .Imam adDzahabi: Ia dhoif dari segi hafalannya.
- Ibnu Hajar alAsqalani: Dituduh memalsukan hadis, kata Mus’ab azZubairi: Ia seorang yang alim.

Dalam komentar para ulama di atas, ditinjau dari segi ilmu mustolah hadis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ibnu Abi Sabrah tertuduh melakukan pemalsuan hadis, sehingga statusnya adalah Matruk. Sedangkan hadis Matruk merupakan bagian dari hadis dhoif. Bukan maudhu/palsu.

Sekalipun ia pernah tertuduh melakukan periwayatan palsu, namun dalam riwayat Ibnu Majah -yang mencantumkan seputar amalan nisfu sya'ban ini-, tidak ada keterangan dan bukti bahwa dalam riwayat tersebut ia palsukan.

Sehingga tuduhan bahwa riwayat Ibnu Majah tersebut adalah hadis maudhu/palsu, terbantahkan. Karena tidak ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Disamping itu pula, terdapat banyak sekali riwayat-riwayat lain yang menerangkan keutamaan malam nisfu sya’ban, -namun penulis tidak cantumkan di sini, karena akan memperpanjang tulisan-. Sehingga melemahkan pendapat bahwa hadis tersebut adalah hadis maudhu/palsu.

Bahkan Syeh Albani mengatakan bahwa seluruh ulama hadis sepakat bahwa sanad (jalur periwayatan) hadis tersebut adalah dhoif/lemah.

Anehnya, secara pribadi beliau menganggap sanad hadis itu adalah palsu, meskipun seluruh ulama telah sepakat bahwa sanadnya dhoif, bukan maudhu/palsu.

Karena hal ini pula, dalam standar pembelajaran universitas Al Azhar Kairo, pendapat pribadi Syeh Albani tidak dapat menjadi rujukan dalam menghukumi status sebuah hadis.

Status hadis hanya dapat ditentukan setelah melalui proses penelusuran kritik sanad dan perowi secara komprehensif dengan referensi-referensi ilmiah, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Wallahu ta’ala a’lam.

Referensi:

- سلسلة الأحاديث الضعيفة (5/154)
- سير أعلام النبلاء ط الرسالة (7/ 330/116)
- تاريخ الإسلام ت بشار (4/ 553/458)
- تاريخ بغداد ت بشار (16/ 536)
- تقريب التهذيب (ص: 623)

No comments:

Post a Comment