bismillah
SURAT
TUK SAHABATKU
Kau tahu, sekarang sepi itu
benar-benar bertengger tanpa sedikitpun toleransi. Tanpamu. Serius.
Pernah aku merasakan hal itu,
berbagi tanpa harus ada yang tersembunyi. Bercerita tanpa harus ada sekat yang
membatasi ruang hati kita. Mungkin karena jalan kita searah. Meski berliku tapi
sejalur. Hingga tanpa sedikitpun ragu, kita bisa saling membagi.
Atau… itu hanya egoku saja ya?
Kita tertawa, di saat benar-benar
hati ingin tertawa. Menangis, menjerit, suka dan duka. Bagaimana bisa semua
dalam satu rasa?
Sama, kawan. Kau bercerita dan aku
pun jua. Kau mendengar dan di lain waktu aku pun begitu. Setidaknya porsi kita
serasa seimbang. Bagaimana bisa aku menemukan sepertimu kembali? Ah, ini
kehendak Rabb. Betul?
Aku baru mengerti, mengapa Ia
masukkan kriteria “bertemu dan berpisah karena Alloh” itu satu dalam tujuh yang
berada dalam naunganNya.
Cukup salah jika kau kira aku jauh
mendahuluimu. Bahkan di mataku, kau Nampak semakin jauh melangkah ke depan.
Sedang aku?
Ah, masa itu. Aku ingin kembali
padanya. Kita kembali bercengkerama, kawan.
Bukan dengan cara bersahabat
orang-orang biasa. Persahabatan kita unik. Terlalu unik. Bukan dengan curhat
tiada habis berderai air mata. Bukan dengan kue dan lilin saat berulang tahun.
Bukan dengan cara biasa…
Bagaimana bisa kita sempat bertemu?
Dengan kilasan waktu tiada
sepanjang yang pernah terbersit dalam benakku.
Bisa kau antar aku kembali, kawan?
Bisa kau ajak aku bersama, sobat?
Karena, aku tak pernah lepas lega
bertukar pikiran dengan selainmu. Selalu ada sekat. Selalu ada jalan lain yang
membentur.
Lantas kawan, bisakah kita kembali?
No comments:
Post a Comment