bismillah
Malam kedua dan ketiga, saya
memilih untuk sholat tarawih di masjid Ma’shorowi. Tidak terlalu jauh dari
rumah memang. Tapi entah kenapa, di hari kedua saya dan seorang kawan tidak
menemukan satu bus pun yang beroperasi. Hanya satu minibus yang baru dating.
Berjalan hingga pasar Tabbah pun, tidak satupun tramco yang bisa dinaiki.
Penuh.
Akhirnya, sembari menunggu taksi
lewat –barangkali ada- kami berjalan. Alhamdulillah jalanan tidak terlalu becek
(heran deh, bagaimana sih sanitasinya, masak musim panas begini, bisa-bisanya
becek?) saying beribu saying, mau naik taksi, lampu hijau yang menghiasi menara
masjid sudah terlihat. Paling 100 meter di depan. Yup, akhirnya jalan deh.
Sampai di tempat sayyidat,
alhamdulilllah masih kebagian tempat. Kami sholat Isya (telat euy). Seperti
biasa, sholat tarawih, total delapan rekaat, empat kali sholat, masing-masing
dua reka’at. Selesai rekaat keempat, diisi khutbah, dan berakhir dengan witir
dan qunut.
Ada beberapa yang beda di masjid
sekaligus Markas Hifdzul Quran al Ma’shorowi ini, dari delapan reka’at itu,
sholat isya dan empat reka’at pertama di imami seorang syeh dan rekaat
selanjutnya plus witir di imami oleh syekh yang berbeda. Juga witir di sana tidak
langsung 3 reka’at melainkan 2 rekaat lalu 1 reka’at. Tempat sayyidat pun jauh
lebih luas di banding masjid-masjid di perkampungan (iyalah!)
Sang khatib mengulas satu ayat.
Ayat ke 31 dari surat Al-a’raf. Tentang berpakaian, ketika menuju masjid
beserta adab-adabnya. Beliau juga menceritakan bagaimana Imam Malik saat
mengajar, di mana beliau memakai pakaian yang bersih dan terpilih. Tidak lain
karena sikap hormatnya kepada hadist-hadist Rosululloh shallallohu alaihi wa
sallam. Khotib juga mengingatkan untuk tidak israf, atau berlebih-lebihan dalam
memenuhi perut. Karena tidak ada wadah dalam keturunan Adam yang paling buruk
kecuali perutnya. Dan beliau juga menyitir hadist Rosululloh shallallohu alaihi
wa sallam. Agar manusia membagi ruang diperutnya untuk 3 hal. Makanan, minuman
dan udara.
Beliau juga menyampaikan bahwa seorang mukmin
makan dengan satu lambung sementara orang kafir makan dengan tujuh lambung,
saking tingginya hasrat mereka terhadap makanan. Dan terakhir, beliau
menasehatkan agar tidak terlalu banyak makan, sehingga memberatkan kita dalam
melaksanakan ibadah-ibadah.
Sholat selesai kurang lebih pukul
setengah sebelas. Kami pun pulang, setelah sebelumnya, kawan saya itu ‘tepar’.
Katanya, “baru kali ini aku sholat tarawih lamanya begini”. Hehe, ini sih biasa
di pondok saya, Mbak…
No comments:
Post a Comment