Tuesday 20 March 2012

MENITI AWAL PERJALANAN...5

bismillah

Dan suatu hari, saat akan pulang ke Solo. Sebuah sms dari ummi mengejutkanku. “Nun, sujud syukur! Kamu diterima beasiswa ke Mesir.”
Allohu akbar!
Tahu apa reaksi pertamaku sebelum sujud syukur?
Menangis.
“Masa sih neng?” tanyaku tak percaya pada sobat karibku, Inayah. Gadis bandung itu meyakinkanku. Meski aku sebetulnya tidak kuasa jika meninggalkannya.
“Neng, aku sudah mulai betah di sini. Ndak mau kita pisah, neng…” sok dramatis. Hehe. Tapi asli, aku menangis lho…
Bayangan negeri Mesir berkelebat. Ya, seperti dalam mimpiku beberapa tahun silam. Tapi rasanya masih kurang percaya. Aku, satu-satunya anak perempuan ummi dan abi. Akan rihlah tholabul ilmi, sejauh itu?
Memang, sengaja aku tidak mengganti nomor telepon. Nomor yang kudaftarkan di kedubes. Karena seperti yang kudengar, bahwa kedubes memberitahu peserta yang lolos seleksi via telepon. Jika ganti nomor, wah… hilang sudah harapan itu. Kedubes mesir tidak akan menelpon keduakali atau mencari tahu di mana alamat anda. Alhamdulillah, selama satu bulan menjadi mahasantri, ku titipkan handphone dan nomorku pada adik tercinta. I love you, Jun!
Begitu pulang, aku segera menelpon kedubes, pada jam kerja. Seorang petugas perempuan –kutahu dari suaranya- menjelaskan persyaratan yang harus kupenuhi untuk mendapat visa pelajar ke mesir. Uang 200 ribu rupiah, paspor, dan pas photo dengan background putih. Dan menyuruhku untuk segera memenuhi persyaratan itu, secepatnya.
Esoknya, ku telpon kedubes. Menanyakan lebih detilnya. Siapa saja yang lulus seleksi, teknis keberangkatan, dan hal-hal penting seputar beasiswa. Tidak seperti yang kuduga. Ternyata untuk tiket keberangkatan, tidak termasuk beasiswa. Awalnya aku bingung. Ini mana beasiswanya? Visa bayar, tiket keberangkatan juga beli sendiri? Dan itu juga yang membuatku nyaris putus asa. Mengingat keterbatasan biaya orang tua. Kulihat motivasi yang diberikan ummi pun menurun. Menurun pula semangatku. Tapi, apa hanya karena motif ekonomi aku akan menyerah? Padahal ini satu-satunya kesempatan…
Entah untuk keberapakalinya ku telpon kedubes. Menanyakan banyak hal. Yang juga berakhir dengan banyak kata, “maaf, kami tidak tahu-menahu soal hal ini, besok saya tanyakan konsuler ya?”.
Dan titik temu itu muncul saat aku mendapat keterangan bahwa beasiswa yang dimaksud adalah beasiswa full setiba di Mesir. Namun untuk keberangkatan memang tidak diberi tiket.
Kujelaskan hal tersebut pada ummi dan abi. Dan Alhamdulillah, mereka sepakat untuk hal ini. “kalau begitu, in syaalloh kita masih mampu. Tapi jika harus dengan  biaya hidup di sana, sepertinya kita belum mampu.” Alhamdulillah ya Rabb…
Kesibukanku selanjutnya adalah menelpon kedubes dan mencari kenalan yang juga mahasiswa di mesir. Alhamdulillah ada beberapa kakak kelas sewaktu di pesantren yang siap membantu mengurus kedatanganku di mesir nantinya. Ya, tak apalah. Meski mereka laki-laki.
Di samping itu, kedubes memberi tambahan persyaratan. SKCK, surat MCU dari RSUD, Akte, Ijazah, semua diterjemahkan ke bahasa Arab. Kata pihak kedubes, dokumen-dokumen tersebut memang tidak dibutuhkan untuk pembuatan visa. Namun dibutuhkan nanti setibanya di Cairo.
Sementara dari keterangan beberapa kakak kelas di Mesir, bahwa menerjemahkan di Mesir lebih murah dan lebih terjamin daripada menerjemahkan dokumen di Indonesia. Berbekal informasi tersebut, aku dan ummi langsung meluncur ke Jakarta. Kedubes Republik Arab Mesir. Dan di Jakarta, kami mendapat sambutan hangat dan tempat menginap di rumah seorang sepupu ummi. Sebut saja Pakde Paino.
Ditemani Pakde, kami menuju kedubes mesir di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Kami sengaja datang untuk mengambil visa. Sedang untuk terjemah dokumen-dokumen lain, akan kulakukan setibaku di mesir, sebagaimana saran kakak kelas yang tinggal di Mesir. Hal itu kujelaskan pada pihak  Kedubes setelah menanti beberapa jam lamanya. Dan, tahu apa jawaban pihak kedubes?

No comments:

Post a Comment